Cakram cakram bulat dibiarkan berserakan disebuah pulau kecil di wilayah Kepulauan Mikronesia. Cakram yang tengahnya berlubang itu adalah koin koin alat pembayaran milik suku Yapese. Bila kamu berkesempatan mengunjungi pulau ini, kamu akan sangat mudah menjumpai cakram cakram uang itu. Hanya saja kamu tidak akan sanggup mengambilnya untuk dibawa pulang. Karena koin koin itu ukurannya SEGEDE GABAN !! Tingginya seukuran manusia ! beratnya dapat berbobot lebih dari 4 atau 5 ton.
Perhatikan gambar berikut ini :
Koin besar milik suku Yapese ini menjadi salah satu fakta unik dunia. meninggalkan sejumlah tanda tanya. Benarkah itu mata uang ? Kalo benar bagaimana menggunakannya? dan Bagaimana cara menentukan nilainya ?
Benarkah Itu Mata Uang ?
Melihat cakram cakram besar itu, rasanya tidak mungkin kalo itu uang. Setidaknya banyak pembaca yang berpendapat seperti itu. Banyak yang berpendapat bahwa itu hanyalah semacam arca atau tugu penanda, atau prasasti.
Namun ini memang mata uang dan masih digunakan hingga masa modern ini. Suku Yap menggunakan cakram itu sebagai alat tukar yang disepakati. Mereka menyebutnya Raai yang dalam bahasa Yap artinya sama dengan uang.
Suku Yap, sebagaimana penduduk lain di dunia, adalah makhluk sosial yang membutuhkan alat tukar untuk bertransaksi. Di pulau Yap tidak ada emas atau perak. Namun mereka memiliki sumber daya alam berupa tambang aragonit dan kalsit. Dua jenis batu batuan yang cukup indah.
Tidak jelas kapan mulainya, penduduk mulai memahati batu batuan sedimen yang telah mereka pilih. mereka membuatnya menjadi cakram (disk) dan melubangi tengahnya. Mereka sangat selektif memilih bahan. Proses pembuatan uang ini sangat sulit, sehingga uang ini bernilai tinggi.
Uang batu ini terakhir dibuat pada tahun 1931 Namun uang itu kini masih digunakan sebagai alat pembayaran yang sah dan resmi di wilayah ini.
Bagaimana Cara Menilai Harganya ?
Sewaktu rai diperkenalkan ratusan tahun yang lalu, uang batu itu masih sangat jarang. Karena jarang maka sangat tinggi nilainya, sehingga hanya pemimpin suku yang bisa memilikinya. Untuk menaksir nilai sepotong uang itu diperhatikan hal hal berikut :
- pertama dari ukurannya, keindahan alaminya, dan mutu pahatannya.
- Kedua sejarahnya, berapa umurnya, tingkat kesulitannya dalam proses pembuatannya
- Ketiga status sosial orang yang terkait dalam transaksi uang itu. Uang batu ditangan seorang pemimpin lebih bernilai daripada yang dimiliki rakyat jelata.
Bagaimana Cara Menyimpan Dan Menggunakannya ?
Tentu saja uang ini tidak dibawa bawa. Cukup sama sama tahu bahwa mereka punya uang dihalaman rumahnya.
Saat mereka selesai melakukan transaksi jual beli, rai atau uang batu itu berpindah kepemilikan. Si pemilik baru umumnya meninggalkan batu-batu itu di tempatnya semula.
Banyak yang masih berada di tempat aslinya selama puluhan tahun dan berada di tempat yang jauh dari rumah pemiliknya yang sekarang. Tidak ada yang mau mencuri sebab harus kuat membawanya dan cukup berani untuk melakukannya.
Para tetangga mengetahui setiap pemilik uang batu itu dan mereka sangat menghargai hak milik orang.
Banyak yang masih berada di tempat aslinya selama puluhan tahun dan berada di tempat yang jauh dari rumah pemiliknya yang sekarang. Tidak ada yang mau mencuri sebab harus kuat membawanya dan cukup berani untuk melakukannya.
Para tetangga mengetahui setiap pemilik uang batu itu dan mereka sangat menghargai hak milik orang.
Disana juga ada "bank desa". Di "bank" desa yang unik ini tidak ada satpam yang bertugas dan tidak ada kasir yang melayani penabung bahkan tidak ditemui sebuah gedung. "Bank-bank" ini justru menyimpan aset mereka berupa uang di luar bangunan. Tersandar pada pohon-pohon kelapa dan dinding dinding.
Pembuatan uang, Mengorbankan Nyawa
Kedua bahan ini menarik bila dipahat dengan terampil, tetapi itu tidak didapat di Yap. Jadi orang-orang Yap terus pergi ke Palau untuk mendapatkan batu-batu. Palau terletak sekitar 400 km sebelah barat daya Yap, yang memakan waktu lima hari mengarungi lautan berbahaya dengan kano bercadik.
Di Palau, orang Yap mendapat izin dari pemimpin setempat lalu mereka mulai menambang batu cadas. Dengan menggunakan peralatan tangan seadanya, mereka memotong lempengan batu dari gua bawah tanah dan memahat batu menjadi lempengan cakram. Untuk membuat satu keping uang saja, lempeng batu itu dipalu dan dipahat sampai berbulan-bulan dan kadang sampai bertahun tahun.
Lubang dibuat sehingga batu dapat diangkut ke pantai dengan galah yang kuat. Disana uang yang baru dipahat itu dimuatkan ke kano atau rakit bambu. Untuk membawa potongan yang besar, para pekerja mendirikannya di air kemudian membuat rakit besar di sekitarnya. Dengan layar yang ditiup angin dan dayung yang dikayuh kuat, mereka mendorong rakit yang mengangkut harta yang baru dipahat itu kembali ke Yap.
Semua pekerjaan ini dilakukan dengan tangan dan prosesnya berbahaya. Sebenarnya banyak orang yang terluka atau bahkan tewas sewaktu memotong dan memindahkan potongan batu yang besar ke daratan. Dan pelayaran kembali ke Yap juga berbahaya. Uang batu yang terlihat di dasar laut sekeliling pulau Yap dan Palau membuktikan bahwa tidak semua uang dan orang yang mengangkutnya ke Yap kembali dengan selamat. Namun uang yang tenggelam itu milik seseorang di Yap dan nilainya sama dengan cakram batu di darat