Sepenggal Kisah Dari Jasad Jasad Bergelimpangan Di Everest

 


Gunung Everest membuktikan dirinya sebagai salah satu destinasi pendakian yang paling mematikan. Berikut ini adalah sepenggal kisah dari jasad jasad pendaki yang tertinggal di Gunung Everest.

Gunung Everest tidak hanya menawarkan keindahan alam yang menarik untuk 'dilihat lihat. Tapi ia juga menyanyikan sebuah lagu yang memikat hati setiap petualang untuk 'menginjak' keindahannya . Terlepas dari risikonya, ribuan orang berkerumun ke Nepal setiap tahun dalam upaya menaklukkan titik tertinggi di Bumi itu. Banyak dari mereka yang akhirnya pergi tanpa pernah kembali.

Lebih dari 250 jasad pendaki masih dibiarkan berada di atas Everest, sehingga gunung ini disebut sebagai 'pemakaman terbuka terbesar di dunia'. Sebagian besar kematian terjadi karena longsoran salju, karena jatuh, atau terpapar pada iklim yang ekstrim, di sebuah area yang dikenal sebagai "Zona Kematian". Dititik ini ditemukan banyak jasad jasad pendaki bergelimpangan, lengkap dengan atribut pendakiannya. Zona Kematian umumnya dikenal sebagai daerah di atas ketinggian 26.000 kaki.

Saat tubuh manusia memasuki ketinggian ini, perlahan ia diseret oleh maut. Kemudian terjadi perlombaan melawan waktu untuk bisa mencapai ke puncak dan kembali lagi sebelum tubuh mereka gagal. Karena oksigen pada tingkat ini hanya sepertiga dari apa yang ada di permukaan laut, pendaki mungkin mendapati diri mereka lesu, bingung, dan lelah. Tekanan membuat berat badan terasa sepuluh kali lebih berat dan menyebabkan tekanan berat pada organ tubuh.


Mengapa Tubuh Mereka Tidak Diambil ?


Jika seseorang meninggal di Everest, hampir tidak mungkin untuk mengambil kembali tubuh mereka, terutama di Zona Kematian. Karena kondisi cuaca yang tidak tertahankan, kekurangan oksigen yang parah, tekanan pada bobot mati, dan fakta bahwa banyak mayat benar-benar membeku di permukaan gunung, sebagian besar mayat ditinggalkan persis saat jatuh. Upaya terkadang dilakukan untuk mengambil mayat , namun ekspedisi tersebut dapat memakan biaya lebih dari $ 25.000 dan sangat berbahaya bagi tim pencari.

David Sharp sebelum ditemukan meninggal membeku, kondisinya sempat dilihat oleh 30 an orang pendaki yang kebetulan melewatinya saat duduk disebuah ceruk batu. Diantara mereka bahkan sempat mengajaknya bicara. Tetapi para pendaki itu memang tidak bisa berbuat apa apa. Mencoba menyelamatkannya, sama saja mengorbankan dirinya sendiri dan orang lain. Orang yang ditolongpun belum tentu selamat.

Berikut ini sepenggal kisah seram dari beberapa jenazah yang tertinggal di atas everest (artikel ini mengandung gambar gambar yang mungkin membuat anda tidak nyaman. Mohon disikapi dengan bijaksana) :

1. Green Boot

Jasad Green Boots.
Diduga ia adalah Tsewang Paljor yang tewas karena beratnya cuaca ekstrem dan kurangnya oksigen.

Green Boots adalah nama yang diberikan kepada jasad pendaki yang tak dikenal yang menjadi tanda/tengara untuk rute Pegunungan Timur Laut Gunung Everest. Istilah Green Boots berasal dari sepatu gunung berwarna hijau yang dipakai oleh mayat itu. Semua ekspedisi dari sisi utara pasti akan bertemu dengan tubuh melengkung di dalam ceruk batu kapur. Istilah green boots belakangan ini diajarkan disekolah sekolah pendakian, kepada siswa siswa calon pendaki.

Meskipun identitasnya belum dikonfirmasi secara resmi, dia diyakini adalah mayat Tsewang Paljor, seorang kepala polisi dan pemanjat gunung India yang meninggal di Gunung Everest pada tahun 1996 di ketinggian 8.500 m (27.900 kaki).

Rekaman video jasad Green Boots yang pertama direkam pada tanggal 21 Mei 2001 oleh pemanjat Prancis Pierre Paperon. Dalam video tersebut, Green Boots ditampilkan terbaring di sisi kirinya, menghadap ke arah puncak.

Green Boots umumnya diyakini sebagai pendaki India Tsewang Paljor, yang mengenakan sepatu Koflach hijau. Dugaan lain, Green Boots adalah Dorje Morup salah seorang rekan se-tim Tsewang. Mereka tergabung dalam ekspedisi Polisi Perbatasan Indo-Tibet (ITBP) dari India. Ekspedisi tersebut dipimpin oleh Komandan Mohinder Singh dan merupakan pendaki India pertama di Everest dari sisi timur.

Pada tanggal 10 Mei 1996, Subedar Tsewang Samanla, Lance Naik Dorje Morup, dan Kepala Polisi Tsewang Paljor terjebak dalam badai salju, tidak jauh dari puncak. Sementara tiga dari enam anggota timnya memilih mundur. Tetapi Samanla, Morup, dan Paljor memutuskan untuk terus mendaki ke puncak.

Komandan Singh sangat menyayangkan keputusan anak buahnya. Ia berkata : "Jangan terlalu percaya diri," Singh bersikeras. "Dengarkan aku. Silakan turun. Matahari akan terbenam."

Sekitar pukul 15.45 Waktu Nepal , ketiga pendaki tersebut menghubungi pemimpin ekspedisi mereka bahwa mereka telah berhasil mencapai puncak Everest. Klaim ini kemudian diragukan karena mereka ternyata berhenti sekitar 150 meter (492 kaki) dari titik puncak Everest. Mereka meninggalkan persembahan, sesajen dan bendera. Di sini, Samanla memutuskan untuk melakukan upacara keagamaan dan menginstruksikan dua lainnya untuk turun. Maka Paljor dan Morup turun membawa obor, meninggalkan Samala diatas.

Tidak ada kontak radio setelah itu. Tak satu pun dari ketiganya berhasil kembali ke kamp.

***

2. Sleeping Beauty


Mayat Francys Arsentiev

Cerita Francys Arsentiev lebih mengenaskan. karena dia sempat ditemukan oleh suaminya dalam keadaan hidup. Pendaki lain juga menemukannya dalam keadaan hidup. Dia menjadi wanita Amerika pertama yang berhasil mencapai puncak tanpa bantuan botol oksigen tambahan pada tanggal 22 Mei 1998. 

Kisah sedihnya bermula ketika ia dan suaminya Sergei Arsentiev berusaha mencapai puncak Everest.  Mereka memulainya dari Camp IV. Mereka berdoa mencoba berkali kali, tapi selalu gagal karena cuaca. Akhirnya pada tanggal 22 Mei mereka berhasil mencapainya dengan susah payah. Namun mereka mencapainya sudah menjelang malam. Dalam perjalanan turun, keduanya terpisah di jalan karena gelapnya malam. Masing masing berusaha mencapai kemah mereka.

Sergei dan Francys saat masih bersama

Sergei sampai di Camp IV lebih dahulu pada keesokan harinya tanggal 23 Mei.  Ternyata Francis tidak ada di sana. Sergei yang sebenarnya sangat kelelahan, berbalik dan berjalan ke atas gunung untuk menyelamatkan Francys. Ia membawa obat obatan dan oksigen.

Diperjalanannya dia bertemu sebuah tim pemanjat Uzbek yang mengaku telah bertemu Francys dalam kondisi setengah mati. Mereka telah membantu Francise turun sejauh mungkin, tapi mereka terpaksa menyerah ketika oksigen mereka sendiri habis. Bahkan tim Uzbek ini juga membatalkan usaha mereka mencapai puncak. Maka mereka meninggalkan Francys disebuah tempat.


Itulah terakhir kali Sergei dijumpai hidup. Setelah itu kabar Sergei tidak pernah terdengar lagi. 

Keesokan harinya, tanggal 24 Mei, Ian Woodall (Inggris), Cathy O'Dowd (Afrika Selatan), dan beberapa orang Uzbek lainnya bertemu dengan Francys Arsentiev. Dia ditemukan di mana dia ditinggalkan malam sebelumnya. Francys masih hidup.

Baik Woodall dan O'Dowd membatalkan usaha puncak mereka sendiri dan mencoba membantu Francys lebih dari satu jam, tapi karena kondisinya yang buruk, lokasi yang berbahaya, dan cuaca yang membekukan, mereka terpaksa meninggalkannya lagi dan turun ke perkemahan untuk mencari bantuan. Saat itu Francys terus memohon : 
"Jangan Tinggalkan aku..jangan biarkan aku mati disini.."

Francys sudah meninggal saat mereka menemukannya, terbaring miring.  Dia berusia 40, dengan satu anak laki-laki. Mayatnya kemudian dijuluki "Sleeping Beauty". 

Lalu kemana Sergei ?

Ternyata kapak dan tali es milik Sergei Arsentiev diidentifikasi ada di dekat mayat Francys, tapi dia tidak ditemukan di mana pun. Hilangnya Sergei secara misterius akhirnya dipecahkan pada tahun berikutnya, ketika Jake Norton, anggota ekspedisi "Mallory and Irvine" 1999, menemukan tubuh Sergei di dasar gunung. Tampaknya ia tewas akibat jatuh saat sedikit lagi ia menyelamatkan istrinya. 
Duuh.. Sedih sekali..!


Mayat Francys 9 tahun kemudian
Diselimuti bendera Amerika, dan diberi pesan pesan tertulis dari keluarganya

Pada tahun 2007, 9 tahun kemudian, Woodall yang dihantui perasaan bersalah karena gagal menyelamatkan Francys, berangkat kembali ke puncak Everest. Tujuannya untuk memberikan penghormatan kepada jasad Francys. Ia berhasil menemukan jasad Francys, kemudian menurunkannya ke tempat yang lebih rendah. 

Jasad Francys ia selimuti dengan bendera Amerika dan diatasnya diletakkan sebuah boneka. Selain itu, ada selembar surat dari keluarga Francys yang ia letakkan di genggamannya.

***

3. David Sharp


Evakuasi mayat David Sharp

David Sharp (15 Februari 1972 - 15 Mei 2006) adalah seorang pendaki gunung Inggris yang meninggal di dekat puncak Gunung Everest. Kematiannya menimbulkan kontroversi karena dia dijumpai oleh sejumlah pendaki lain yang menuju dan kembali dari puncak saat dia sekarat, meski beberapa lainnya mencoba membantunya.

David Sharp adalah seorang pendaki gunung berpengalaman. Sejumlah puncak gunung pernah ia taklukkan. Untuk gunung Everest, ia sudah mendatanginya tiga kali. David adalah pendaki gunung puritan. Ia tidak mau menggunakan alat alat bantu tambahan seperti kaleng oksigen dan lain lain. Ia juga dikenal sebagai sosok humoris dan menyenangkan bagi teman temannya.

Ekspedisi pertama ke Everest taun 2003 ia gagal mencapai puncak. Bahkan Sharp kehilangan beberapa jari kakinya yang membeku, termasuk jempol kaki di kaki kirinya.

Ekspedisi kedua, dilakukan setahun kemudian tahun 2004. Pada pendakian kali ini ia kembali gagal mencapai puncak. Jari jarinya yang membeku bertambah.


Ekspedisi ketiga, tahun 2006 ia melakukan pendakian solo. Ia mendaftar pada Asian Trekking sebagai agen pengatur perjalanan. Asian Trekking menawarkan dua paket : non servis dan full servis. Non servis, artinya pihak agen hanya menyediakan peralatan dasar dan transportasi tanpa pendampingan. 

Layanan ini biasanya diambil oleh pendaki berpengalaman seperti David.

David Sharp

David mengambil paket non servis. Sebagai pendaki berpengalaman, ia sangat percaya diri. Ia melakukan pendakian sendiri tanpa didampingi Sherpa (penduduk lokal yang membantu dan memandu para pendaki). Ia juga hanya membawa dua kaleng oksigen (yang hanya cukup untuk 10 jam). Oksigen itu, mungkin hanya sebagai persiapan bila terjadi kondisi darurat. Konyolnya lagi ia juga tidak membawa radio komunikasi atau telepon satelit.

13 Mei 2006 sore ia bergerak mencapai puncak. Pada tanggal 14 Mei 2006 diduga David berhasil mencapai puncak Everest. Menjelang hari gelap, David memulai perjalanan turun. Tentu saja situasi ini sangat berbahaya, dan memaksa David untuk bermalam di alam terbuka.

Ia berlindung di bawah ceruk batu, tepat disebelah mayat Green Boots. David duduk lemah disitu menunggu pertolongan. Perlahan tangan dan kaki sudah membeku. Ia tidak bisa bergerak lagi meskipun dibantu. 

Green Boots adalah jalur pendakian yang terkenal. Sehingga banyak pendaki lewat disitu. Ada sekitar 40 orang pendaki yang melihat sosok David yang sedang duduk tak berdaya. Tetapi mereka tetap berlalu, karena mengira David sudah mati. Ada juga yang melihat kondisinya sebentar. Ketika tahu ia sulit diselamatkan, ia ditinggalkan. Hal ini kemudian menjadi kontroversi besar. Para pendaki dipertanyakan moralitasnya. Mereka lebih mementingkan mencapai puncak daripada menolong orang. Padahal kenyataanya tidak seperti itu. 

Mark Inglis dan kaki palsunya

Diantara para pendaki yang menjadi sasaran kritik adalah Mark Inglis. Karena ia bersama dengan 18 pendaki lain, tetap melanjutkan pendakian. Padahal mereka tahu David tengah sekarat dan butuh bantuan. Mereka menemukan David pada tanggal 15 Mei pagi hari. 

Mark Inglis kemudian melakukan pembelaan diri. Dalam sebuah wawancara, ia mengatakan :
Mengapa hanya saya yang menjadi sasaran kritik padahal ada 40 pendaki lain melakukan hal yang sama. Apalagi kondisi saya juga lebih layak untuk ditolong. Saya tidak punya dua kaki !!
Mark Inglis adalah seorang pendaki yang telah diamputasi kedua kakinya. Ia mendaki Everest menggunakan kaki palsu. Mark Inglis juga tidak meninggalkan David begitu saja. Ia melakukan komunikasi radio untuk meminta pertolongan. Tapi orang diujung radio, mengatakan : tinggalkan saja...tidak ada yang bisa kamu lakukan. Dia pasti mati.


Gambar gambar palsu yang dikaitkan dengan David Sharp :


Foto ini diberitakan sebagai evakuasi jasad david Sharp.
Sebenarnya jasad David Sharp tidak pernah dibawa turun, tetapi dikubur di Everest
Foto ini adalah adegan film Jason X. Lihat saja topengnya

Gambar ini disebarkan sebagai jasad David Sharp.
Ini palsu. Sebenarnya gambar ini adalah salah satu adegan film the Shining

Baca Juga :


***

4.  Hannelore Schmatz



Jasad pendaki perempuan Hannalore Schmatz bisa dilihat oleh siapapun yang mendaki dari jalur selatan. posisi mayatnya setengah duduk bersandar pada ransel, seperti orang sedang mengendarai mobil. 
Hannelore Schmatz (16 Februari 1940 - 2 Oktober 1979) adalah seorang pendaki gunung asal Jerman. Dia meninggal saat perjalanan turun dari puncak Gunung Everest melalui rute selatan. Ia menjadi wanita pertama dan warga Jerman pertama meninggal di lereng atas Everest. 

Schmatz sedang dalam ekspedisi melalui rute South East Ridge dengan suaminya Gerhard Schmatz yang menjadi pemimpin ekspedisi. Gerhard saat itu berusia 50 tahun dan menjadi pria tertua di puncak Everest. Ekspedisi ini juga diikuti oleh Ray Genet asal Amerika, yang juga meninggal saat turun dari puncak. 

Gerhard Schmatz

Mereka turun dari puncak menjelang hari gelap. Mereka kelelahan, dan bermaksud untuk istirahat ditempat terbuka (bivak) saat malam menjelang. Para pemandu dari Sherpa tidak mengizinkan mereka melakukan bivak. Sherpa menyadari bahayanya. mereka memaksa untuk terus bergerak turun, tetapi mereka tidak mau. 

Apa yang dikhawatirkan terjadi, akhirnya Hannalore dan Genet meninggal di tempat. Genet meninggal lebih dahulu. Sungdare Sherpa, salah satu sahabat Sherpa-nya, menunggui jasad mereka semalaman, dan akibatnya dia kehilangan sebagian besar jari tangan dan kakinya. 

Ray Genet
Selama bertahun-tahun, sisa-sisa Schmatz dapat dilihat oleh siapapun yang mencoba mencapai puncak Everest dengan rute selatan. Tubuhnya membeku dalam posisi duduk, bersandar pada ranselnya dengan mata terbuka dan rambutnya meniup angin. Tragis, kematiannya hanya sekitar 100 meter di atas basecamp mereka yaitu Camp IV . 

Pada tahun 1984, dilakukan usaha untuk mengambil jasad Hannalore. Inspektur polisi Yogendra Bahadur Thapa dan Sherpa Ang Dorje, berangkat untuk mengevakuasi jasadnya. Tapi ekspedisi itu gagal karena keduanya akhirnya roboh ke dalam kematian mereka. 


Artikel ini ditulis dengan sumber sumber bacaan berikut ini : 

Sumber :https://www.ranker.com/list/creepy-stories-about-deaths-and-dead-bodies-on-mount-everest/sabrina-ithalhttp://all-that-is-interesting.com/mount-everest-bodieshttps://imgur.com/gallery/4UJj0https://mpora.com/mountaineering-expeditions/the-gruesome-truth-about-the-climbers-who-die-on-mount-everest
https://alchetron.com/David-Sharp-(mountaineer)


Sepenggal Kisah Dari Jasad Jasad Bergelimpangan Di Everest 4.5 5 Subhan Hidayat Jasad pendaki, Mayat Everest, mendaki Everest, Bahaya Gunung Everest Gunung Everest membuktikan dirinya sebagai salah satu destinasi pendakian yang paling mematikan. Berikut ini adalah sepenggal kisah dar...


Sampah Digital. Diberdayakan oleh Blogger.